Jakarta– Siswa penerima bantuan pendidikan Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) penting untuk mengetahui dan memahami literasi keuangan. Pasalnya, mereka akan menempuh pendidikan di luar daerah asal, jauh dari orang tua, dan memperoleh bantuan uang tunai untuk biaya hidup, sehingga penting mengelola keuangan dengan baik dan bijak.
Demikian kira-kira inti dari pembekalan terkait materi literasi keuangan yang diberikan kepada siswa ADEM Repatriasi tahun 2024 yang baru saja memulai pembelajaran di berbagai sekolah di beberapa daerah. Pembekalan terkait literasi keuangan itu merupakan salah satu dari kegiatan Wawasan kebangsaan yang digelar Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) bagi siswa ADEM Repatriasi tahun 2024, di 6 kota pada awal Oktober. Tahun 2024 ini,ada sebanyak 425 siswa yang mengikuti program ADEM Repatriasi.
Pada pembekalan di Makassar, Materi Literasi Keuangan diberikan oleh Andi Hasri, seorang enterpreuner dan pemilik beberapa perusahaan. Direktur Redlamp Event Organizer dan Co-Founder Yoosh Creative Media itu menyajikan materi bertajuk “Literasi Keuangan Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik”.
Menurut Andi Hasri, literasi keuangan adalah kemampuan mengelola keuangan pribadi, termasuk menyusun anggaran keuangan pribadi dan kemampuan berinvestasi. Literasi keuangan penting dimiliki generasi muda Indonesia karena menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi keuangan tahun 2024 yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru 65, 75 persen masyarakat Indonesia yang memiliki literasi keuangan yang baik, walaupun sudah 75,02 persen yang sudah mengenali dan berhubungan dengan produk-produk keuangan (Inklusi keuangan).
“Untuk kategori siswa usia 15-17 tahun secara umum, yang sudah memiliki literasi keuangan yang baik sekitar 51,70 persen dan yang inklusi keuangan mencapai 75,96 persen, namun kondisi yang lebih baik, yakni 65,76 persen bagi siswa yang lulusan SMP atau sederajat, “kata Andi Hasri.

Dikatakan Andi Hasri, kurangnya literasi keuangan akan berdampak buruk dalam pengelolaan keuangan, seperti utang yang tidak terkendali, terjebak pinjaman online, tidak punya tabungan, dan sebagainya.
Apa yang dikatakan Andi Hasri itu selaras dengan Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023. Data OJK itu mencatat 57,3% dari total kredit macet pinjaman daring perseorangan dalam skala nasional didominasi usia 19-34 tahun.
Lima poin literasi keuangan
Menurut Andi Hasri, ada lima poin yang harus diketahui tentang literasi keuangan, yakni:
Pertama, pengelolaan keuangan. Dalam hal ini adalah bagaimana mencatat pendapatan dan pengeluaran bulanan, mengelola utang, dan menyisakan pendapatan untuk menabung atau berinvestasi.
Kedua, Perencanaan kebutuhan pribadi berupa mencatat pengeluaran rutin, pengeluaran tak terduga dan menyesuaikan dengan pendapatan dan menyisakan untuk tabungan.
“Dengan perencanaan anggaran yang tepat dan disiplin dalam mengelola keuangan, Anda dapat menghindari kebiasaan konsumtif yang dipicu oleh media sosial,” ujarnya.
Ketiga, Tabungan dan investasi itu penting untuk kebutuhan darurat dan investasi jangka pendek.
Keempat, pengelolaan pinjaman. Lakukan peminjaman untuk hal mendesak, sesuai kebutuhan dan menyesuaikan dengan kemampuan membayar. Kenali juga instrumen pinjaman dan kenali bunga yang berlaku.
“Hindari pinjaman online yang mudah diakses tapi berbunga tinggi sekali serta jangan berikan data pribadi yang sensitif, sebab sering kali disalahgunakan, “kata Andi.
Kelima, Kedisplinan dan kontrol diri. Maksudnya adalah tentukan tujuan keuangan, buat anggaran bulanan, ciptakan kebiasaan menabung dan hindari belanja secara emosional
“Kedisiplinan dan kontrol diri adalah kunci untuk pengelolaan keuangan yang sehat”, kata Andi.
Kemendikbudristek terbitkan Panduan Pendidikan Literasi Finansial
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Panduan Pendidikan Literasi Finansial pada Jumat, 18 Oktober 2024. Penerbitan itu dilakukan pada webinar bertajuk “Bergerak Bersama untuk Pendidikan Literasi Finansial dalam Kurikulum Merdeka”.
Pada webinar itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengungkapkan, bahwa literasi finansial yang rendah bukan hanya berdampak pada individu, tetapi secara kolektif. Dengan literasi finansial yang rendah, seseorang rentan mengambil keputusan keuangan yang buruk, misalnya terjerat utang. Krisis pribadi yang terakumulasi secara kolektif selanjutnya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. Oleh karena itu, siklus jebakan rantai ini harus diputus dengan Pendidikan Literasi Finansial.
“Di Kurikulum Merdeka, kita mengembangkan empat kerangka literasi finansial. Pertama, bagaimana cara memperoleh penghasilan. Kedua, bagaimana mengelola anggaran. Ketiga, menyisihkan penghasilan. Keempat, mengelola risiko dan mempersiapkan masa kedaruratan. Ini kompetensi yang bukan hanya kognitif, sekadar terampil, tapi juga banyak aspek afektifnya.” imbuh Anindito.