Jakarta- Perguruan tinggi didorong menambah program-program studi dengan kurikulum pembelajaran berbasis STEM atau science, technology, Engineering, dan mathematics.
diperbanyak program-program studi dengan kurikulum pembelajaran berbasis STEM atau science, technology, Engineering, dan mathematics. Namun, upaya menambah prodi STEM tersebut disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja dan upaya peningkatan ekonomi Indonesia.
Menurut Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, pada peluncuran Buku Putih Pemetaan Kebutuhan SDM (Bidang Keahlian) dan Pusat Keunggulan Untuk Indonesia Emas 2045 di Jakarta beberapa waktu lalu, peningkatan jumlah prodi berbasis STEM bertujuan untuk meningkatkan jumlah ilmuwan Indonesia.
“Banyak negara memiliki ilmuwan pada kelompok hard sciences (STEM) dan itu yang kurang (di Indonesia). Dengan memproduksi bidang keahlian atau sarjana lulusan STEM lebih banyak, maka nanti akan pelan-pelan meningkatkan jumlah ilmuwan,” ujar Amich.
Meningkatnya jumlah prodi dan selanjutnya jumlah lulusannya, dinilai Amich, dapat meningkatkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang pada 2022 berada di peringkat ke-69 dari 80 negara di dunia dan ke-6 dari 8 negara ASEAN.

Menjawab tantangan menjelang 2045
Penilaian Bappenas mengenai perlunya peningkatan jumlah Prodi STEM di perguruan tinggi mengacu pada Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 yang menjadi acuan dalam menyusun visi Indonesia Emas 2045, yakni “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Visi itu lantas disusun melalui empat pilar yang salah satunya adalah “Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.
Visi dan pilar menuju Indonesia Emas 2045 itu disusun dalam upaya mengantisipasi trend global saat ini dan diprediksi di masa depan, yakni Kemajuan teknologi yang memicu perubahan lanskap lapangan kerja. Khususnya di Indonesia, lebih dari 10% tenaga kerja tergantikan oleh mesin yang meliputi operator, pekerja keterampilan dasar, dan pekerja pertanian terampil. Sementara itu, sebesar 62% pekerjaan baru akan hadir di sektor konstruksi, transportasi, pariwisata, dan industri ritel.
Prodi berbasis STEM masih terbatas
Menurut data dari Pangkalan Data Perguruan Tinggi(PDDikti) yang sudah diolah Bappenas, sampai tahun 2022, ada sebanyak 16.979 prodi non STEM dan 13.047 Prodi berbasis STEM. Khusus untuk perguruan tinggi vokasi, prodi berbasis STEM sudah mencapai 4.359 prodi, sudah melampaui prodi berbasis nonSTEM, yakni 1.644 prodi.
Dari sisi jumlah mahasiswa, sampai tahun 2020, ada sebanyak 6, 1 juta lebih mahasiswa di prodi nonSTEM, sementara di prodi STEM, baru ada sebanyak 2,8 juta lebih mahasiswa. Sementara untuk lulusan prodi nonSTEM, sampai tahun 2020, ada sebanyak 756 ribu lebih mahasiswa, dan hanya 479 ribu mahasiswa yang lulus di prodi STEM. World bank merilis data, bahwa sampai tahun 2020, jumlah mahasiswa lulusan dari prodi STEM di Indonesia baru mencapai 18,47, jauh tertinggal dibanding Vietnam (23,38), Thailand (27,31). Apalagibila dibanding Malaysia yang sudah mencapai 37,19 dan Singapura (34,3).

Perguruan tinggi yang memiliki prodi berbasis STEM sebagian besar berada di Propinsi di Pulau Jawa, sebagian di Pulau Sulawesi dan Sumatera. Begitu pula dengan jumlah lulusannya. Sementara data Bappenas tahun 2024, prodi studi pendidikan masih mendominasi prodi-prodi perguruan tinggi di 23 Provinsi dan 1 Provinsi yang didominasi program studi sosial.
Minimnya prodi dan lulusan dari Prodi STEM berimbas pada masih rendahnya jumlah peneliti di Indonesia. Data dari PDDikti tahun 2022 yang diolah Bappenas menunjukkan, dari setiap 1 juta penduduk Indonesia, baru terdapat 1595 peneliti, termasuk yang masih terdaftar kuliah jenjang S3, kalau jauh dibanding Malaysia yang mencapai 2.024 peneliti per 1 juta penduduk, dan Singapura yang mencapai 7.225,Korea Selatan (9.082).