Jakarta– Mahasiswa asal Papua penerima Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) di Universitas Negeri Makassar (UNM) tidak pernah mengalami tindakan diskriminatif dari mahasiswa non-Papua di kampus tersebut. Memang, dalam keseharian, sebagian mahasiswa Papua lebih cenderung berkumpul dengan teman sesama Papua dan sedikit canggung dalam berinteraksi dengan mahasiswa Non-Papua. Penyebabnya, antara lain adanya prasangka negatif dari mahasiswa Papua terhadap mahasiswa non-Papua dan takut menerima perundungan,walaupun kenyataan tidak pernah terjadi.
Sebagian mahasiswa Papua mengatasi hambatan dalam berinteraksi sosial itu dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan sopan serta baku agar terjalin komunikasi dan terhindar dari kesalahpahaman. Persoalannya, ketika berkomunikasi dengan mahasiswa non-Papua, mahasiswa Papua kesulitan dalam menangkap materi komunikasi karena mahasiswa Non-Papua berbicara menggunakan logat Makassar.
Demikian garis besar hasil penelitian berjudul “Interaksi mahasiswa Papua dI Universitas Negeri Makassar (Studi Pada Penerima Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi atau ADik)”. Penelitian dilakukan oleh Fitri Indriani Malik sebagai penulis pertama dan A. Octamaya Tenri Awaru sebagai penulis kedua dari Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar. Penelitian tersebut dimuat di Pinisi Journal Of Sociology Education Review; Vol. 2; No.1; Maret 2022 Halaman 46-52.
Baca juga : Afirmasi Pendidikan Untuk Pemerataan Pendidikan
Penelitian ini berjenis kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini fokus pada Interaksi mahasiswa Papua di Universitas Negeri Makassar terkait dengan faktor yang mempengaruhi interaksi sosial dan hambatan-hambatan yang ditemui dalam berinteraksi.Jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 10 orang mahasiswa Papua dengan menggunakan teknik Purpose Sampling. Teknik pengumpulan data dengan metode wawancara dan dokumentasi.

Dari penelitian ini diketahui, mahasiswa Papua penerima ADik berusaha memahami situasi sosial di lingkungan kampus. Mereka berusaha menghindari konflik serta berusaha berinteraksi dengan baik dengan mahasiswa non-Papua serta yang menaati norma-norma kelompok yang ada, yakni norma-norma yang berlaku di kelompok mayoritas atau mahasiswa serta masyarakat non-Papua.
Mahasiswa Papua penerima ADik juga diketahui mengalami masalah yang sulit saat pembelajaran. Hal itu disebabkan takut bertanya dan enggan berbaur dengan mahasiswa non-Papua, namun tinggal dan berkumpul hanya dengan teman-teman Papua.
Baca juga : Mahasiswa Penerima ADik Diharap Raih Prestasi Tinggi dan Lulus Kuliah Tepat Waktu
Di sisi lain, perilaku dalam berinteraksi juga dipengaruhi tujuan pribadi yang dimiliki masing-masing individu mahasiswa Papua, seperti untuk bisa secepatnya menyelesaikan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana serta mengikuti berbagai kegiatan kampus maupun di luar kampus, seperti ikut dalam berbagai kegiatan mahasiswa serta di berbagai aktivitas sosial dari organisasi di luar kampus.
Perilaku mahasiswa Papua juga dipengaruhi kemampuannya dalam menafsirkan situasi, seperti bagaimana menghadapi perundungan dan situasi yang diskriminatif.
Namun, penelitian ini juga menggambarkan, kemampuan mahasiswa Papua dalam berinteraksi juga dipengaruhi deskripsi atau stigma atau stereotipe yang dimiliki mahasiswa non-Papua tentang mahasiswa Papua.