Jakarta- Pada Tahun Anggaran 2024, Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek diberi kepercayaan untuk mengelola dana bantuan pemerintah di bidang pendidikan sebesar Rp 36, 4 Triliun atau sekitar 36 persen dari total anggaran Kemendikbudristek yang sebesar Rp98 Triliun. Anggaran Puslapdik tahun 2024 ini meningkat Rp6,8 triliun, yakni dari tahun 2023 yang sebesar Rp29,5 triliun menjadi Rp36,4 triliun.
Peningkatan anggaran Puslapdik terbesar ada pada Program Indonesia Pintar (PIP) yang meningkat Rp3,8 triliun, dari Rp9,6 triliun tahun 2023 dengan sasaran 17,9 juta siswa, menjadi Rp13, 5 triliun dengan sasaran 18,6 juta siswa. Peningkatan anggaran terbesar kedua ada pada program KIP Kuliah, yakni meningkat sebesar Rp2,1 triliun. Tahun 2023 lalu, anggaran KIP Kuliah sebesar Rp11,9 triliun untuk sekitar 913 ribu mahasiswa dan tahun 2024 ini, anggarannya meningkat menjadi sebesar Rp13,9 triliun untuk sebanyak 985 ribu mahasiswa.
Konsekuensi dari besarnya anggaran tersebut adalah besar pula resiko yang harus dihadapi Puslapdik. Beberapa resiko yang berpotensi dihadapi Puslapdik antara lain ketidaktepatan sasaran, kesalahan penyaluran bantuan, keterlambatan penyaluran banruan, dan sebagainya. Resiko itu akan berdampak pada akuntabilitas Puslapdik dalam perencanaan dan pelaksanaan penyaluran bantuan pendidikan,seperti PIP, KIP Kuliah, tunjangan guru non ASN dan lainnya.
Baca juga : Puslapdik Perlu Memiliki Tim Pengelola Manajemen Resiko
Karena itu, Puslapdik wajib memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai manajemen risiko. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2015, Manajemen Risiko adalah proses mengidentifikasi peristiwa yang berpotensi dapat memengaruhi satuan kerja, mengelola risiko agar berada dalam batas toleransi risiko, dan menyediakan penjaminan memadai terkait pencapaian tujuan satuan kerja. Sedangkan menurut ISO 31000, Manajemen Risiko adalah aktivitas terorganisasi untu mengarahkan dan mengendalikan organisasi terkait risiko.

Langkah-langkah manajemen risiko
Jefri David Simanjuntak, auditor muda pada Direktorat Pengawasan Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kebudayaam Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP),mengatakan, langkah pertama dalam proses bisnis Manajemen Risiko adalah menetapkan konteks.
“Harus diidendifikasi dulu sasaran kinerja Puslapdik, sasaran atau penerima manfaat, pihak-pihak yang berkepentingan, dan menetapkan keberagaman risiko yang mungkin terjadi, “kata Jefri dalam kegiatan “Pengelolaan dan Evaluasi manajemen Resiko” di Jakarta, 29 Mei 2024 kemarin.
Langkah kedua adalah mengidentifikasi risiko-risiko yang akan atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan penyaluran bantuan PIP, KIP Kuliah, tunjangan guru, dan program-program lainnya.
“Langkah ini dimulai dengan menjawab pertanyaan mengenai risiko, yakni “Apa yang dapat atau mungkin terjadi?” serta “Mengapa atau bagaimana bisa terjadi?”.
Risiko sendiri, lanjut Jefri,sesuai COSO:2004, adalah peristiwa yang berdampak negatif yang dapat menghambat pencapaian tujuan atau menurunkan nilai aset.
Langkah berikutnya adalah menganalisa risiko yang sudah teridentifikasi tersebut,baik analisa kuantitatif, semi kuantitatif, dan kualitatif. Dalam analisis ini,kita tentukan seberapa sering risiko yang mungkin terjadi, dampaknya dan konsekuansinya bagi lembaga.
“Pada langkah ini, harus kita sadari ada kemungkinan perbedaan sudut pandang antara pimpinan atau staf, karena itu perlu dilakukan kebijakan, pedoman dan kesepakatan untuk menentukan suatu risiko itu rendah, sedang, atau tinggi dari sisi dampaknya, “jelas Jefri.
Selanjutnya adalah melakukan evaluasi atau risiko yang ada dan melakukan prioritas untuk ditindak lanjuti. Pada langkah ini, ditetapkan resiko yang penanganannya harus segera dilakukan, ditunda atau dibiarkan.
“Risiko yang bisa ditunda atau dibiarkan itu bisa dilakukan bila risiko itu bisa ditoleransi dampaknya, misalnya karena memang situasi dan kondisi yang memaksa risiko itu pasti terjadi dan Puslapdik tidak punya kewenangan untuk mengatasinya, “paparnya.
Dalam hal perlakuan atas risiko yang terjadi, kata Jefri, ada beberapa opsi yang dapat dipilih, yakni menghindari risiko, mengurangi frekuensi keterjadian, mengurangi konsekuensi, memindahkan risiko atau menerima risiko.