Jakarta– Program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) sangat membantu banyak anak-anak Papua untuk bisa mendapatkan kesempatan berkuliah di luar daerah Papua, bahkan bisa memilih kota yang diinginkan untuk kuliah.
Demikian dikatakan Amelia Oktofina Sanadi, seorang dokter hewan lulusan Program ADik di program Studi Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Aceh. Wanita asal Biak namun dibesarkan di Timika ini mengikuti program ADik pada tahun 2013 dan lulus sebagai sarjana tahun 2019 serta meraih gelar dokter hewan tahun 2021.
Amelia punya niat mendirikan klinik hewan di Papua, namun ingin terlebih dahulu mencari pengalaman di klinik hewan pihak lain. Karena itu,usai lulus kuliah, Amelia mencoba bergabung dengan sebuah klinik dokter hewan di Bali selama 3 bulan, kemudian mencoba di klinik lain di Jakarta selama 2 tahun. Merasa sudah memiliki pengalaman yang cukup di luar Papua, Amelia pulang ke Papua, dan bergabung di Klinik Hewan WijayaVet milik Drh. Gusti Made Anantawijaya di Kota Jayapura sejak awal tahun 2024 lalu..
“Keluarga dan kerabat sangat senang dan bangga dengan pencapaian yang saya raih, ADik membantu mewujudkan cita-cita saya menjadi seorang dokter hewan, “ujar Amelia saat ditemui Puslapdik di tempat prakteknya di Jalan Nindya, Gurabesi, Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua.
Sembari kerja dan mencari pengalaman, Amelia secara perlahan berusaha merintis pendirian klinik hewan di Timika.
“Saya juga berusaha meraih beasiswa dari LPDP untuk melanjutkan studi S2, namun setelah 3 kali ikut seleksi, gagal, saya akan terus mencoba, “katanya.
Baca juga : 3 Ribu Lebih Siswa Papua Telah Memperoleh Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik)

Diakui Amelia, sebetulnya, saat mengikuti Program ADik, program studi yang dipilihnya bukan kedokteran hewan, tapi kedokteran umum, namun Amelia tetap bersyukur. “Saya bisa menolong hewan dan bukankah hewan yang sehat juga menentukan kesehatan kita, “katanya.
Bangga bisa kuliah di Aceh
Mengenang masa-masa kuliah di Universitas Syiah Kuala (USK)di Banda Aceh, Amelia terkesan dengan masyarakat Aceh yang menjunjung tinggi hukum syariat islam, namun tetap memiliki toleransi terhadap masyarakat non Islam.
“Dosen, mahasiswa, dan masyarakat yang beragama Islam di Aceh memiliki toleransi kepada rekan-rekan non muslim juga seperti saya dan rekan-rekan saya yang beragama Kristen dan Katolik. Kami tetap dapat melaksanakan ibadah pada hari minggu di beberapa Gereja yang tersedia, seperti di pusat kota Banda Aceh, “paparnya.
Amelia merasa bangga menjadi salah satu lulusan dari Universitas Syiah Kuala yang memeroleh julukan universitas jantong hate rakyat Aceh.
Baca juga: Yeremias Mangu : Mahasiswa ADik ITB Sukses Juarai Lomba Tingkat Nasional

“Menjadi minoritas di antara kalangan mayoritas tidak membuat saya minder untuk tetap maju meraih cita-cita saya sebagai calon dokter hewan kala itu. Saya banyak mendapatkan teman baru, dan banyak diantara mereka berasal dari Aceh, Medan, Padang, Palembang, Riau, dan Lampung, “tambahnya.
Amelia juga banyak belajar dari peraturan mengenai syariat islam. “Tatacara pergaulan di Aceh tidaklah boleh sembrono, haruslah bergaul dengan baik dan benar jika tidak mau mendapatkan hukuman. Saya banyak belajar dan mendapatkan hal baru. Salah satunya yaitu cara berpakaian yang sopan bagi kaum wanita, “katanya.
Selama kuliah, Amelia aktif di kegiatan seni, terutama seni taria Papua. Setiap ada kegiatan, Amelia dan teman-temannya sesama ADik Papua selalu diundang untuk menampilkan tari-tarian Papua.
“Kami pernah beberapa kali diundang langsung oleh Gubernur Aceh untuk tampil, kami juga pernah diundang oleh Walikota Banda Aceh dan tampil langsung di kediamannya. Kami selalu tampil di lapangan utama kota hampir setiap tahun untuk mengisi dan meramaikan acara, “paparnya bangga.